Olah Sampah Jadi Listrik, Investor Lirik Kubu Raya

Bupati Kubu Raya, Muda Mahendrawan menyaksikan presentasi pengembangan Waste to Energy (WTE) Pembangkit Listrik Tenaga Sampah di Kantor Bupati Kubu Raya, Kamis (13/8).


Presentasi disampaikan Direktur PT. Alam Kalbar Sukses Mandiri, Hoksun Candra. Waste to Energy (WTE) adalah proyek pengolahan sampah yang bekerja sama dengan pemerintah daerah dengan hasil tambahan berupa produksi listrik yang dijual kepada Perusahaan Listrik Negara (PLN).

Dengan WTE, sampah akan dibakar oleh mesin insinerasi sehingga 90 persen sampah akan habis dan menyisakan 10 persen abu yang juga dapat dimanfaatkan. Proyek ini ditawarkan PT Alam Kalbar kepada Pemerintah Kabupaten Kubu Raya untuk mengatasi persoalan klasik terkait pengelolaan sampah. Seperti permasalahan menyangkut Tempat Pembuangan Akhir (TPA), pencemaran air tanah, polusi udara, dan fenomena penolakan warga terhadap keberadaan TPA.

Bupati Muda Mahendrawan mengapresiasi proposal yang dipaparkan Hoksun Candra. Menurutnya, penanganan sampah dengan teknologi insinerasi waste to energy memberikan perspektif baru dalam mengatasi masalah pengelolaan sampah. Di mana semakin banyaknya jumlah penduduk berimplikasi pada kompleksnya problematika sampah. Yang itu semua harus diatasi dengan cara yang inovatif dan menghasilkan nilai tambah.

“Yang menjadi tantangan karena wilayah kita yang tersebar dan posisi Kubu Raya yang juga cukup strategis. Oleh karena itu selama ini kita memang mencari cara yang efisiensi dalam pengeloalan sampah. Hal ini memang selalu menjadi pemikiran kita, yakni mengejar efisiensi maupun manfaat tambahan,” ujarnya.

Ia menyatakan Pemerintah Kabupaten Kubu Raya sangat terbuka pada hal-hal yang bersifat inovatif. Juga konkret dan mendarat langsung pada kebutuhan masyarakat. Apalagi selain punya nilai tambah, teknologi insinerasi waste to energy juga telah diterapkan di berbagai negara maju.

“Jadi pada prinsipnya di Kubu Raya itu segala sesuatu yang sifatnya punya nilai tambah, inovasi, tepat sasaran, dan solutif tentu direspons dengan baik. Apalagi investasi yang punya nilai tambah pada peluang masyarakat untuk bekerja,” tuturnya.

Dirinya mengatakan proposal investasi akan ditindaklanjuti dengan diskusi dan kajian intens oleh pemerintah kabupaten bersama korporasi. Termasuk mengenai pola investasi dan model kerja sama yang akan dilakukan. Juga peluang sinergi antara korporasi dengan komunitas-komunitas terkait di masyarakat seperti komunitas bank sampah lokal dan sebagainya.

“Karena ke depan ini kan pemerintahan yang berperspektif wirausaha juga harus kita maksimalkan untuk pendapatan daerah juga. Jadi aset-aset yang ada harus dimaksimalkan. Apalagi Kubu Raya dengan kepung bakulnya itu punya partisipasi masyarakat sangat tinggi dengan budaya sinergi yang baik. Relasi dan model sosial ini pasti menjadi perhatian utama perusahaan,” terangnya.

Muda menilai kehadiran WTE di Kubu Raya sekaligus menjadi solusi atas permasalahan sampah di Kota Pontianak. Sebab Kubu Raya merupakan hinterland atau daerah penyangga yang mengelilingi Pontianak. Di mana Pontianak dan Kabupaten Kubu Raya kini telah bergabung dalam Pontianak Metrolitan Area (PMA) di mana sampah menjadi salah satu pekerjaan rumah besar yang masih dicarikan solusinya.

“Nah, dengan kondisi Kubu Raya yang sifatnya sudah mengepung kota, tentu dari kota juga sangat terbantu karena solusi problem mereka terkait sampah ada di Kubu Raya,” sebutnya.
Lebih jauh ia menilai penerapan teknologi insinerasi waste to energy di daerah menjadi tantangan tersendiri. Namun hal itu dinilai baik agar ada target yang dikejar. Sehingga tidak stagnan dengan pola-pola yang sama. Menurutnya, kehadiran WTE akan mengubah perspektif pengelolaan sampah dengan cara pandang yang ramah lingkungan. Termasuk mengedukasi masyarakat untuk membuang sampah pada tempatnya.

“Yang menyangkut lingkungan kita memang sudah harus lebih bersih. Karena faktanya tempat pembuangan sampah selain di TPA juga di parit dan sungai. Ini memang problem masyarakat di Kubu Raya dan Kota Pontianak. Akhirnya tersumbat bahkan tercemar. Sehingga sumber-sumber yang dapat diambil masyarakat dari sungai juga mulai berkurang,” jelasnya.

Foto/Prokopim

Direktur PT Alam Kalbar Sukses Mandiri, Hoksun Candra, mengatakan proyek WTE bukan proyek pembangkit listrik. Namun merupakan proyek pengolahan sampah dengan hasil produksi tambahan listri yang dapat dijual ke Perusahaan Listrik Negara (PLN). Ia menerangkan saat ini teknologi WTE menjadi kebutuhan. Sebab kemajuan daerah dan pertambahan penduduk akan meningkatkan produksi sampah yang memerlukan penanganan yang tepat.

“Kota yang semakin maju dan berkembang otomatis sampahnya juga berkembang dan semakin banyak. Itu semua sudah menjadi masalah sosial dan lingkungan yang sangat serius. Dan kami punya cara terbak untuk mengatasi itu,” ujarnya.

Ia menerangkan pengelolaan sampah dengan model Tempat Pembuangan Akhir (TPA) kini telah ditinggalkan. Di negara-negara Eropa, TPA nyaris tidak dapat ditemui lagi. Telah digantikan dengan teknologi insinerasi WTE. Yang hasil pengolahan sampahnya menghasilkan udara dan air lindi yang bersih.

“Kenapa sekarang di dunia TPA bukan lagi model yang bisa dipakai? Karena konsep TPA banyak sekali kekurangannya. Selain kapasitas terbatas, pembukaan lahan utk TPA semakin mahal, pencemaran lingkungan dan air tanah, dan polusi udara serta masalah sosial dari masyarakat. Di Jerman misalnya, setiap tahun TPA digantikan dengan WTE,” sebutnya.

Candra menjelaskan konsep WTE adalah sistem pengolahan sampah dengan cara pembakaran. Namun dengan teknologi tinggi, pembakaran tersebut tidak mengakibatkan polusi udara karena energi akan diubah menjadi tenaga listrik yang dapat dijual. Sehingga WTE ramah lingkungan. Dengan investasi mencapai Rp 700 miliar, ia mengakui WTE bukan proyek yang murah.

“Tapi proyek ini membantu kita membuang hampir 90 persen sampah dari volume awal. Di mana sisanya 10 persen berupa abu yang bisa dipakai,” jelasnya.

Dia mengungkapkan, teknologi insinerasi WTE yang ditawarkan ke Kubu Raya juga diterapkan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan sejumlah negara. Dari hasil pengolahan sekitar 550-700 ton sampah, akan dapat dihasilkan listrik sebesar 10 megawatt. Proyek WTE menurutnya akan memberikan dampak ekonomi positif termasuk menjadi magnet bagi masuknya investasi lainnya.

“Proyek ini nantinya akan menyerap sekitar 100-200 karyawan lokal. Selain itu berkontribusi langsung pada kebersihan lingkungan dan mengurangi emisi karbon CO2 atau efek rumah kaca,” tegasnya.