Proses Alih Status Pegawai KPK Seharusnya Tak Serumit Saat ini

Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Golkar, Agun Gunanjar Sudarsa,/Net
Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Golkar, Agun Gunanjar Sudarsa,/Net

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) terdapat dua jenis pegawai, yakni PNS (Pegawai Negeri Sipil) dan PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kontrak). Demikian juga dengan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).


Proses alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN) seharusnya tidak perlu melalui seleksi rumit yang malah menimbulkan kontroversi. Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Golkar, Agun Gunanjar Sudarsa mengatakan, PNS di KPK bisa menempati posisi pejabat-pejabat struktural dan mengisi formulasi ulang tentang syarat-syarat ASN. Seperti, setia pada Pancasila, UUD 1945, tunduk patuh pada kebijakan pemerintah.

“Jika mereka setuju dan menandatangani formulasi itu maka secara otomatis sudah menjadi ASN,” ujar Agun seperti dikutip Kantor Berita Politik RMOL, Senin (10/5).

Adapun jika ada hal-hal yang diragukan maka bisa dilakukan tes, untuk mencocokan keberadaan calon pegawai itu, pola pikirnya, perilakunya dan back mind-nya seperti diatur dalam UU ASN.

“Jika sudah sesuai, maka tak perlu lagi tes dari awal,” kata Agun.

Terhadap pegawai KPK yang membutuhkan keahlian tertentu, misalnya bidang penyidikan, investigasi, penyitaan dan lain-lain, Agun menyarankan, KPK membuka PPPK. Namun, harus diklasifikasikan dulu, untuk dibuat jenis-jenis PPPK di lingkungan KPK.

“Pegawai KPK yang dapat diklasifikasikan sebagai PPPK itu juga harus direview kembali untuk disesuaikan dengan persyaratan sesuai UU no. 5 tahun 2014. Mereka juga harus setia pada Pancasila dan UU 1945 atau persis sama dengan ASN lainnya,” ucap Agun.

Apabila diperlukan tambahan, ujar Agun, maka KPK bisa membuat screening-screening tertentu.

“Jadi bukan seperti seleksi sekarang yang malah membuat saya bingung. Kok jadi tes wawasan kebangsaan,” ujar mantan Ketua Komisi II DPR RI itu.

Agun menyatakan, keberadaan PPPK di KPK harus ditentukan lebih dulu jenis-jenis pekerjaan apa saja yang dibutuhkan oleh negara. Kompetensi seperti apa yang dibutuhkan untuk pekerjaan tersebut. Jadi bukan lagi sekedar pangkat dan jabatan.

Agun menyarankan KPK harus membuka PPPK yang ukuran gajinya tidak bisa disamakan dengan ASN biasa. Pasalnya kompetensinya yang dibutuhkan itu sangat luar biasa, maka mereka tidak terikat terhadap pangkat dan golongan tapi lebih kepada kompetensi.