Selain aspek positif, aneka aspek negatif juga muncul dalam pesta demokrasi. Efek negatif itu antara lain ‘keterbelahan’ masyarakat yang mengancam integrasi bangsa, langgengnya politik identitas, dan munculnya konflik yang mengandung kekerasan.
- Mendekati pesta demokrasi lima tahun sekali, sudah sejauh mana sih kamu mengenal para paslon presiden dan wakil presiden yang bertanding?
- Todung Mulya Lubis Pertanyakan Konsistensi KPU Laksanakan UU Soal Debat Capres-Cawapres
- Cak Imin Diperiksa KPK, Ketua DPD RI : Justru Biar Terang Benderang
Baca Juga
Hal itu dikatakan oleh Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian dalam acara Diskusi Publik, di Jakarta. Ia juga menguraikan tingginya biaya yang ditimbulkan dari sebuah pesta demokrasi.
”Kemudian, high cost politics atau biaya tinggi yang harus dikeluarkan oleh kontestan pilkada dan oleh pemerintah adalah beberapa contoh empirik dari sistem pemilihan kita, baik pilpres ataupun pilkada,” urainya, Senin (9/3).
Menurut Tito, masyarakat harus ikut memikirkan cara-cara untuk mengurangi semua dampak negatif tersebut, demi menjaga agar pemilu atau pilkada tetap demokratis dan menjamin hak-hak konstritusional masyarakat.
Salah satu opsi yang disebutkan Tito adalah dengan memperbaiki penyelenggaraan, misalnya e-Voting.
“Salah satu alternatif jalan keluar yang sedang saya pikirikan adalah menerapkan sistem e-Voting di dalam pemberian suara,” katanya.
Sistem e-Voting sudah diterapkan di beberapa negara dan cukup berhasil. Sebaiknya Indonesia pun mulai bergerak untuk melakukan hal yang sama.
Tito menguraikan, sistem KTP elektronik di Dukcapil Kemendagri telah menjangkau 98 persen warga Indonesia yang juga sebenarnya “idem ditto” dengan pemilih. Sistem akurasi data KTP elektronik juga sudah double filter, yaitu dengan identifikasi irisan mata dan sidik jari, sehingga tingkat akurasi sangat tinggi untuk mencegah penduduk untuk memiliki KTP ganda.
Dengan dukungan sistem kependudukan yang sangat akurat demikian, daftar pemilih akan lebih mudah dan biaya dapat ditekan.
“Lewat e-Voting, kita tak perlu lagi membangun ratusan ribu TPS konvensional, tak membutuhkan kertas surat suara, juga tak membutuhkan ratusan ribu tenaga TPS yang semuanya tentu akan sangat menghemat biaya. Tentu keamanan data sistem E-Voting harus tetap diutamakan,” ucap Tito.
Hadir dalam diskusi ini antara lain Hariman Siregar yang dikenal sebagai aktivis Malari 74, mantan anggota DPR sekaigus Ketua Umum PGK Bursah Zarnubi, dan Pengamat Militer Conni Rakahundini Bakrie. Selain Tito hadir sebagai pembicara yaitu pengamat politik dari LIPI Siti Zuhro dan Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini.
- Hari Ini, Dua Perkara Etik Ketua KPU Soal Hasnaeni Diputus DKPP
- Komisi III DPR Sesalkan Sri Mulyani Bolos RDP soal Transaksi Gelap Rp 349 Triliun
- Menangi 6 Musra, Airlangga Hartarto Berada di Atas Prabowo dan Ganjar